Selasa, 21 Juni 2016

MASALAH EKONOMI DI INDONESIA TINGGINYA BIAYA PRODUKSI

Tugas Softskill ke 4
Kelompok  :
Etika Septiawati                (22212569)
Fachmi Putri R                  (22212592)
Herdyana Eka Yustanti      (23212421)
Nita Ratnasari                  (25212355)
Kelas         : 4EB23


MASALAH EKONOMI DI INDONESIA
TINGGINYA BIAYA PRODUKSI
1.     Biaya Produksi dan Upah Tenaga Kerja Tinggi Picu Deindustrialisasi


Sumber : Indonesia Finance Today
JAKARTA - Industri manufaktur di Indonesia berpotensi mengalami deindustrialisasi seiring dengan tren penurunan pertumbuhan dalam lima tahun terakhir. Seiring dengan itu, kenaikan upah tenaga kerja mengakibatkan biaya produksi industri dalam negeri menjadi lebih tinggi dan tidak kompetitif dibanding negara lain.
"Tren penurunan industri nonmigas memicu deindustrialisasi di Indonesia, dimana gejala ini telah terlihat sejak empat hingga lima tahun yang lalu. Hal itu salah satunya dipicu oleh industri padat karya menjadi penyumbang deindustrialisasi terbesar di dalam negeri seiring dengan upah tenaga kerja saat ini yang cukup tinggi," kata Haryadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) kepada IFT.
Selain itu, dia juga menilai, biaya produksi tinggi mengakibatkan hasil produksi dalam negeri menjadi tidak kompetitif dan lebih mahal dibandingkan dengan produk impor. Sehingga pada akhirnya, banyak orang yang berpikir untuk mengambil langkah melakukan impor dibanding mendirikan pabrik.
"Biaya tidak kompetitif itu mengakibatkan banyak industri gulung tikar atau merelokasi usaha mereka. Hal tersebut terus-menerus terjadi hingga terjadi penurunan pertumbuhan industri. Saat ini, industri yang ada dan mampu berkembang di Tanah Air adalah industri padat modal dan berteknologi. Namun industri tersebut cenderung sedikit menyerap tenaga kerja," ujar dia.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sempat menyentuh level tertinggi pada 2011 sebesar 6,49%, kemudian melambat pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2012, industri pengolahan non-migas tumbuh 6,42%, lalu turun menjadi 6,1% di 2013 dan 5,34% pada 2014.
Penurunan pertumbuhan industri ini berpengaruh pada penurunan daya saing industri sebagai ancaman utama deindustrialisasi di Indonesia. Data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2014-2015 menunjukkan peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah negara-negara ekonomi utama di Asean.
Data WEF menempatkan Indonesia di peringkat 35 dari 144 negara yang disurvei. Meskipun peringkat tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, daya saing Indonesia masih berada di bawah Thailand yang berada di peringkat 31, Malaysia di peringkat 20, dan Singapura yang ada diperingkat 2.
Meski demikian, menurut Haryadi, deindustrialisasi tidak perlu dikhawatirkan bila melihat komitmen investasi dan pembangunan industri saat ini. Pasalnya kini banyak pelaku usaha yang membeli lahan di kawasan industri, meski untuk realisasinya masih membutuhkan waktu.
Dengan begitu, dia berharap, tren pembelian lahan dan pembangunan industri itu terealisasi, maka ke depan akan ada titik balik untuk pertumbuhan industri. Meski untuk mencapai titik balik pertumbuhan industri tersebut juga bergantung pada kebijakan pemerintah seperti dari segi upah tenaga kerja dan pemerataan pembangunan infrastruktur, seperti listrik di seluruh wilayah Indonesia, agar investasi tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Harjanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, membenarkan mengenai adanya kecenderungan penunan pertumbuhan industri sejak 2012. Penurunan pertumbuhan industri, kata Harjanto, seiring dengan dengan penurunan ekspor dan impor.
Kendati demikian, sepanjang tahun ini Kementerian Perindustrian menargetkan industri non-migas bisa kembali tumbuh di kisaran 6,8% atau di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi.
Sementara untuk meningkatkan daya saing, pemerintah berupaya mendorong industri untuk bisa memenuhi indeks standar daya saing yang mencakup masalah energi, mendorong efisiensi dan sebagainya.
Kesimpulan : Seharusnya pemerintah bisa membantu untuk menangani masalah tingginya biaya produksi dalam industri padat karya. Masalah ini kalau tidak ditangani dengan serius akan menimbulkan banyaknya produk-produk yang di impor dari luar negeri, karena di Indonesia menghasilkan produk-produk yang harganya lebih tinggi dari pada produk yang di hasilkan oleh negara luar. Sehingga kebanyakan orang lebih memilih untuk membeli produk impor di bandingkan dengan mendirikan pabrik sendiri . Penurunan pertumbuhan industri di Indonesia berpengaruh kepada daya saing industri, terlihat dari data World Economic Forum (WEF) dalam Global Competitiveness Report 2014-2015 menunjukkan peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah negara-negara ekonomi utama di Asean. Indonesia mendapat peringkat 35 meskipun peringkat tersebut lebih baik dari pada tahun sebelumnya seharusnya Indonesia bisa mengalahkan peringkat Singapura yang berada di posisi ke 2 kalau diliat dari banyaknya sumber daya alam dan sumber daya manusia, karena negara Indonesia lebih banyak memiliki sumber daya  alam yang sangat melimpah. Meskipun akhir-akhir ini banyak pelaku usaha membeli lahan-lahan di wilayah industri peranan pemerintah pada saat ini sangat dibutuhkan karena pemerintah bisa membantu untuk mendukung dan memotivasi pelaku usaha di Indonesia agar mereka lebih memilih untuk membangun pabrik dalam hal industri padat karya.
2.     Biaya Produksi Tinggi, Industri Sepatu RI Kalah Saing dari Vietnam
Jakarta -Dalam pertemuan dengan para pengusaha sepatu di Jawa Timur hari ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menerima keluhan tentang lemahnya daya saing industry sepatu Indonesia dibandingkan dengan negara lain, khususnya Vietnam.
Menurut perhitungan para investor, kenaikan UMK tahun 2016 membuat biaya produksi sepatu di Indonesia menjadi lebih tinggi 20%-25% dibandingkan Vietnam. 
"Mereka menjelaskan akibat tingginya biaya produksi tersebut menjadikan buyer mereka memindahkan orderke Vietnam yang daya saingnya lebih bagus," ungkap Kepala BKPM Franky Sibarani dalam keterangan tertulis kepada detikFinance, di Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Selain biaya produksi yang lebih rendah, industri sepatu di Vietnam juga memiliki akses pasar lebih luas dibanding Indonesia. Sebab, Vietnam sudah menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Negara yang baru selesai perang tahun 1979 itu juga sudah bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP).
"Daya saing ekspor di mana Vietnam unggul 9% dari Indonesia dengan keberadaan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa dan keanggotaan Vietnam dalam TPP‎," Franky menambahkan.
Hal lain yang menjadi sorotan investor sepatu di Jawa Timur adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87/2015 (Permendag 87/2015) tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Menurut para pengusaha, aturan tersebut kontraproduktif dengan visi industralisasi pemerintah.
Franky berjanji akan segera berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait aturan tersebut.
"Pengusaha mengilustrasikan bahwa produsen yang mempekerjakan ribuan karyawan, memberikan nilai tambah harus menempuh perizinan yang sulit, misalnya sekitar 200 izin terkait konstruksi dan operasi, investasi dengan nilai besar, terikat dengan banyak izin pusat maupun daerah, harus comply dengan berbagai aturan. Sementara membuat perusahaan trading cukup 25 orang, sewa gudang, modal alat transportasi pengangkut sudah bisa meraup untuk besar karena sekarang bebas impor berbagai macam produk," pungkas Franky. 
(hns/hns) 
Kesimpulan: Seharusnya negara Indonesia bisa melihat contoh dari negara Vietnam karena negara tersebut sangat maju dalam hal membuat produksi sepatu. Negara Vietnam lebih memberikan kualitas yang bagus dengan harga yang lebih murah dibandingkan harga sepatu di Indonesi karena Indonesia semenjak terjadinya kenaikan UMK mengalami kenaikan yang tinggi dalam memproduksi sepatu. Negara Vietnam juga memiliki akses pasar yang lebih luas dengan cara menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Dengan menandatangani perjaijian tersebut Vietnam lebih unggul sebesar 9% dibandingkan Indonesia. Seharusnya Menteri Perdagangan lebih mendukung pengusaha melakukan ekspor kepada negara lain jangan memberikan peraturan yang membolehkan melakukan impor pada produk tertentu saja dengan demikian Indonesia bisa jauh lebih baik dan dapat memberikan kemudahan dalam masalah perizinan. Menteri Keuangan memberikan peraturan yang sangat menyulitkan pengusaha untuk mempekerjakan karyawan.
3.     Biaya Produksi Bahan Pangan Tinggi
REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Tingginya biaya produksi mulai dirasakan petani. Anomali cuaca dan isu kenaikan bahan bakar minyak membuat harga sejumlah komoditas melonjak. "Naiknya bisa sampai 30 persen," ujar petani kentang di dataran tinggi Dieng, Mudasir, Jumat (21/6).
Di daerah Dieng, Jawa Tengah, misalnya, panjangnya jarak tempuh membuat petani harus mengeluarkan dana lebih. Biaya transportasi untuk mengangkut kentang mengalami kenaikan lebih dari Rp 3.000 per karung. Jarak tempuh yang jauh juga disebabkan oleh ditutupnya beberapa akses jalan karena sedang dibangun.
Ia menambahkan, tanah yang basah pun menyebabkan petani enggan melakukan penanaman karena risiko besar. Biaya untuk membeli pestisida juga harus ditambah hingga 30 persen agar tanaman kuat menghadapi kemarau basah. Dalam kondisi normal, bulan Mei dan Juni merupakan waktu ideal untuk mulai menanam. Belum dipastikan berapa jumlah kerugian yang diderita petani akibat faktor cuaca.
Saat ini, kentang di tingkat petani dihargai Rp 6.500 per kg. Satu hektare (ha) lahan biasanya mampu menghasilkan sekitar 12 hingga 15 ton kentang. Kini, produksi kentang pada satu ha lahan hanya sekitar 10 hingga 11 ton. Selain kentang, produksi bawang merah juga menurun akibat anomali cuaca. Iklim basah membuat lahan diserbu organisme pengganggu tanaman (OPT) bertubi-tubi. Satu ha lahan yang normalnya menghasilkan 15 ton bawang merah, kini hanya mampu memproduksi sekitar 8 ton bawang merah.
Ketua Asosiasi Bawang Merah (ABMI) Asmawi Isa mengatakan, petani harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk memberantas hama. Untuk satu ha lahan, petani normalnya mengeluarkan biaya obat-obatan sekitar Rp 20 juta. Kini, minimal Rp 35 juta harus dikeluarkan untuk satu ha lahan. "Ongkos pemeliharaannya mahal, kualitas bawangnya juga kurang bagus," katanya.
Satu kilogram bawang merah bermutu baik dihargai Rp 20 ribu hingga Rp 23 ribu per kg. Sedangkan, bawang merah minim mutu dihargai Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu per kg. Ismawi mengatakan, masih banyak petani kecil yang memilih melakukan penanaman daripada menganggur menunggu cuaca yang lebih baik.
Harga bawang di tingkat petani masih stabil, beda dengan tren kenaikan harga di tingkat konsumen. Di pasar, menurutnya, harga bawang merah sudah membengkak menjadi tiga kali lipat. Pemerintah pun diimbau agar membantu menstabilkan harga mengingat sebentar lagi datang bulan Ramdahan. "Tapi, bukan dengan jalan impor," ujarnya menegaskan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan mengatakan, produksi kentang harus dipantau ketat. Kemarau basah menyebabkan produksi merosot, termasuk di sentra kentang seperti Dieng. "Semestinya pasokan dalam negeri cukup, tapi di Dieng dan tempat-tempar lain agak basah. Nah, ini yang harus diantisipasi," katanya ditemui di Kemendag, Jumat (21/6).
Namun, pihaknya memastikan belum berencana membuka keran impor kembali untuk komoditas apa pun. Ia pun belum memastikan terjadi kenaikan harga di tingkat konsumen. Kenaikan harga, menurutnya, akan terjadi apabila distribusi dan pasokan mengalami kekurangan. Untuk saat ini, pengusaha berkomitmen bahwa pasokan domestik cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. n meiliani fauziah ed: irwan kelana.
Kesimpulan : Seharusnya pemerintah bisa lebih memperhatikan para petani dengan cara dapat menekan tingginya pembelian pupuk dan pestisida untuk mencegah dan memberantas hama (OPT) karena biaya pembelian hama sangat besar yang dikeluarkan oleh para petani, selain itu pemerintah juga harus menekan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk transportasi. Meskipun di pasar harga sejumlah komoditas seperti kentang, bawang merah mengalami kenaikan tetapi kenaikan harga tersebut tidak dirasakan oleh para petani. Sehingga dengan adanya perubahan iklim seperti saat ini dengan harga yang sangat tinggi untuk bercocok tanam seperti menanam kentang dan bawang merah dirasakan sangat beresiko untuk para petani. Petani sangat mengalami kerugian, karena perubahan iklim tersebut membuat hasil panen sangat merosot/ berkurang dan kualitas yang dihasilkan kurang bagus sehingga petani hanya dapat menjual hasil panen tersebut dengan harga yang tidak terlalu tinggi . Meskipun demikian pemerintah belum memutuskan untuk melakukan impor dari luar negeri untuk komoditas apapun.   

Referensi :

Rabu, 08 Juni 2016

Softskill tugas ke 3 (kelompok)




Nama Kelompok :
Etika Septiawati                      (22212569)

Fachmi Putri R                        (22212592)

Herdyana Eka Yustanti          (23212421)

Nita Ratnasari                         (25212355)

Kelas : 4EB23



Republik Demokratik Kongo

Ø Sejarah
            Republik Demokratik Kongo, sebelumnya bernama Zaire antara tahun 1971 dan 1997), adalah sebuah Negara di Afrika bagian Tengah. Negara ini berbatasan dengan Republik Afrika Tengah dan Sudan di sebelah utara; Uganda, Rwanda, Burundi, dan Tanzania di timur; Zambia dan Angola di selatan; dan Republik Kongo di Barat.
            Pada zaman pra-kolonial, wilayah ini sekarang disebut Republik Kongo didominasi oleh tiga kerajaan : Kongo ( berasal sekitar 1000 ), yang Loango ( berkembang di abad ke-17), dan Tio. Setelah Portugis terletak Sungai Kongo pada 1482, perdagangan dilakukan pada dengan suku-suku, khususnya perdagangan budak.
            Orang Prancis Pierre de Brazza Savorgnan menandatangani perjanjian dengan Makoko, pemimpin bangsa Bateke, pada tahun 1880, sehingga membentuk kekuasaan Prancis. Pertama kali disebut French Kongo, dan setelah 1905 Tengah Kongo. Dengan Gabon dan Ubangi – Shari, menjadi koloni Afrika Perancis Khatulistiwa pada tahun 1910. Penyalahgunaan buruh menyebabkan kemarahan publik terhadap penjajah Perancis serta pemberontakan di antara Kongo, tetapi eksploitasi pekerja asli berlanjut sampai tahun 1930. Selama Perang Dunia II, koloni bergabung Chad dalam mendukung penyebab Perancis Merdeka terhadap pemerintah Vichy. Kongo memproklamasikan kemerdekaannya tanpa meninggalkan Komunitas Perancis pada tahun 1960, yang menamakan dirinya Republik Kongo.
            Presiden kedua Kongo, Alphonse Massemba – Débat, melembagakan pemerintahan Marxis-Leninis. Pada tahun 1968, Mayor Marien Ngouabi menggulingkan dia tapi terus Kongo pada kursus Sosialis. Ia dilantik untuk masa jabatan lima tahun kedua pada tahun 1975. Satu regu komando empat orang dibunuh Ngouabi pada tanggal 18 Maret 1977. Kolonel Joachim Yhombi – Opango, Kepala Staf Angkatan Darat, diasumsikan presiden pada 4 April. Yhombi – Opango mengundurkan diri pada 4 Februari 1979, dan digantikan oleh Kolonel Denis Sassou Nguesso -.
            Perang bersaudara berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998 yang menghancurkan serta menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di sekitarnya. Aksi kekerasan tersebut telah menghancurkan infrastruktur dan perekonomian negara tersebut hingga akhirnya PBB mengambil alih permasalahan di negara itu dan memaksa Presiden Joseph Kabila menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 30 Juli 2006.
            Kepala negara saat ini, Joseph Kabila (35) disebut-sebut merupakan calon terkuat dan sejumlah polling awal menyatakan Kabila akan menang dalam babak pertama pemilihan presiden. Kabila diperkirakan bisa mengalahkan 33 calon Presiden lain termasuk mantan pemimpin pemberontak Jean-Pierre Bemba, mantan pemberontak yang menjadi menteri keuangan dan dituduh melakukan kejahatan.
            Bemba telah melancarkan perang sengit tujuh tahun sejak 1998. Pada puncaknya, konflik di bekas negara Zaire itu, telah menyeret setidaknya tujuh kekuatan militer asing dan, meskipun ada serangkaian kesepakatan perdamaian dan proses peralihan berjalan sejak 2003, pergolakan etnik dan penjarahan terus mewabah bagian timur negeri tersebut.
            Calon lain meliputi keturunan tokoh kenamaan di negara bekas koloni Belgia itu, termasuk putra diktator lama Mobutu Seso Seko dan pahlawan kemerdekaan yang terbunuh Patrice Lumumba. Lumumba menang dalam pemilihan demokratis terakhir di negeri tersebut pada malam menjelang kemerdekaan 1960, tapi ia didepak oleh Mobutu yang membuat negara itu identik dengan korupsi dan salah urus sampai dia digulingkan pada 1997.
            Masyarakat internasional, yang mendanai pemilihan umum itu dan mengucurkan dana hampir setengah miliar Dolar AS, berharap pemungutan suara tersebut bukan hanya membawa kestabilan bagi negara Afrika tengah itu tapi juga memungkinkan Kongo menjadi kekuatan ekonomi regional. Sumber mineral negeri tersebut, yang berlimpah, telah disedot untuk mendanai perang dan bagi keuntungan pribadi sementara kebanyakan warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan tak-adanya prasarana bagi negara tersebut, yang besarnya menyamai Eropa Barat, Pemilu terbukti menjadi tantangan logistik. Di wilayah hutan terpencil, para petugas harus berjalan kaki berhari-hari untuk membawa kartu suara ke TPS.
Ø Inflasi

GDP per kapita : US$328 (Hyperinflasi)

Republik Demokrasi Kongo, menjadi negara termiskin pada 2010, bahkan lebih miskin dari negara tetangganya Republik Kongo. Republik Demokrasi Kongo tadinya bernama Zaire hingga tahun 1997. Negara ini bahkan menadi negara dengan populasi terbesar yang menggunakan bahasa Prancis sebagai bahasa resminya. Bahkan populasi di negara ini lebih banyak daripada populasi di Prancis. Perang kedua Kongo yang terjadi 1998 silam telah menghancurkan negara tersebut. Perang yang melibatkan tujuh tentara asing ini merupakan konflik paling mematikan setelah perang dunia II, sebanyak 5,4 juta orang tewas akibat perang ini. Di Afrika, perang ini dikenal dengan nama Perang Dunia Afrika. Sementara itu, sepanjang tahun 2010 diperkirakan terdapat 45.000 masyarakat Republik Demokrasi Kongo yang meninggal setiap bulannya.

Republik Demokrasi Kongo juga merupakan tempat terakhir di dunia yang memiliki suku kanibal. Salah satu suku, Mbuty Pygmy, menyatakan kepada PBB bahwa suku mereka diburu untuk kemudian dimakan oleh suku-suku tetangganya. Memakan sesame ini adalah satu-satunya untuk bertahan dari bencana kelaparan yang menimpa 67% populasi masyarakat. Selain itu, negara ini juga menjadi negara paling buruk bagi seorang wanita. Banyak kasus pemerkosaan yang terjadi dan menimpa wanita bahkan penyebaran AIDS pun tergolong tinggi.

Ø Langkah-langkah untuk mengatasi kemiskinan di Negara Republik Kongo
             Dana solidaritas dunia untuk penghapusan kemiskinan dan memajukan pembangunan sosial dan mayarakat, mengembangkan program nasional bagi pembangunan berkelanjutan dan pengembangan masyarakat daerah lokal dalam lingkup strategi nasional pengurangan kemiskinan, meningkatkan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat miskin serta organisasi kelompok masyarakat tersebut, mengembangkan kebijakan, cara-cara dan sarana untuk meningkatkan akses masyarakat adat/penduduk asli dan komunitas mereka terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan memperhatikan hakekat ketergantungan mereka selama ini pada ekosistem alami dimana,mereka hidup dan bekerja, Menyediakan pelayanan kesehatan dasar untuk semua kelompok masyarakat dan mengurangi ancaman terhadap kesehatan yang berasal dari lingkungan, menjamin anak-anak baik laki-Iaki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar serta memperoleh akses dan kesempatan yang sama pada semua tingkatan pendidikan, membangun prasarana dasar pedesaan, diversifikasi ekonomi dan perbaikan transportasi, serta akses pada pasar, kemudahan informasi pasar dan kredit bagi masyarakat miskin pedesaan, untuk mendukung pembangunan pedesaan dan pertanian secara berkelanjutan, Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan, dengan memajukan pola kemitraan produksi pangan berbasis masyarakat, memerangi kekeringan, mengurangi dampak bencana kekeringan dan bencana banjir, penggunaan informasi dan prakiraan iklim dan cuaca, sistem peringatan dini, pengelolaan sumberdaya tanah dan alam secara lestari, penerapan pertanian dengan memperhatikan koservasi ekosistem yang ditujukan untuk mengurangi kecenderungan degradasi tanah dan sumber daya air, Meningkatkan akses terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih dan sanitasi untuk memperbaiki kesehatan manusia dan mengurangi angka kematian bayi.
            Namun demikian, Pembangunan ekonomi harus diutamakan oleh Kongo. Pada umumnya dilakukan pembangunan yang dibantu oleh lembaga-lembaga internasional seperti United Nations Development Program (UNDP). Berbagai program pembangunan dibentuk dan diimplementasikan terutama berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja, pembatasan kelahiran dan peningkatan investasi asing. Dinegara sedang berkembang usaha pembangunan ini pada umumnya menempuh modal technokrati, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Inti pembangunan ekonomi adalah menaikkan tingkat kesejahteraan hidup suatu Negara, yang pada umumnya dikaitkan dengan tingkat pendapatan. dalam kaitannya dengan pendapatan, maka kemiskinan menjadi masalah utama Negara sedang berkembang. Pembangunan harus dipandang sebagai usaha untuk memperluas kebebasan subtantif atau human capability (sen:1999,49).konsep tentang human capability dalam hal ini dibedakan dengan human capital. Konsep human capital hanya memfokuskan perhatian kepada upaya untuk meningkatkan produksi atau cara agar manusia lebih produktif sehingga mampu memberi sumbangan besar bagi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan konsep human capability lebih mengacu kepada kebebasan manusia untuk mampu memenuhi kehendaknya terutama untuk bebas.kapabilitas merupakan elemen fundamental manusia karena semakin besar kapabilitas seseorang,makin besar pula kebebasan untuk merespon peluang-peluang yang ada. Selain itu kapabilitas juga mampu mempengaruhi perubahan sosial dan ekonomi,hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sen bahwa kemiskinan terjadi karena adanya perampasan kapabilitas. 

Referensi :