Selasa, 30 Desember 2014

PERAN BAHASA DALAM PERCEPATAN KOMUNIKASI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA DI ERA GLOBAL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Di era modern penguasa bahasa bagi seseorang mutlak diperlukan, dalam berkomunikasi tentunya kita menggunakan bahasa dalam penyampaianya agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik. Penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya, bahasa adalah suatu system dari lambing bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dipakai oleh masyarakat untuk komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri.
Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk komunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia, dan alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat tangan atau tubuh lainya.
Sehingga dalam penyampaian perkembanganya bahasa menjadi sumber pokok manusia dalam beraktifitas sehari-hari untuk dapat menjalankan apa yang di inginkan, dalam berinteraksi terhadap sesama komunikasi menjadi hal yang mutlak dilakukan  untuk menjalin rasa sosialisasi. Disini peran pendidikan sangatlah dibutuhkan dalam mempercepat penguasaan bahasa yang benar dan baik, serta mendididik bagaimana dalam berkomunikasi itu dapat dicerna. Kebanyakan masyarakat sekarang kurang menguasai dalam berkomunikasi dan berbahasa secara baik, terutama bahasa asing yang menjadi sorotan utama dalam perkembangan komunikasi pada kehidupan di era global. 
1.2.Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa pembahasan diantaranya:
1.      Peran bahasa Dalam komunikasi ?
2.      Peran bahasa Dalam kehidupan masyarakat desa
bahasa Dalam komunikasi dan Dalam kehidupan masyarakat desa ?
1.3.Tujuan masalah
Dari beberapa pokok pembahasan tersebut dapat diperoleh tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui Peran bahasa Dalam komunikasi
2.      Mengetahui Peran bahasa Dalam kehidupan masyarakat desa
3.      bahasa Dalam komunikasi dan Dalam kehidupan masyarakat desa
  


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peran Bahasa Dalam Komuunikasi
Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4). 
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri. Maka dari itu kita dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bahasa Indonesia merupakan kepribadian bangsa Indonesia.
Penggunaan bahasa dengan baik menekankan aspek komunikatif bahasa. Hal itu berarti bahwa kita harus memperhatikan sasaran bahasa kita. Kita harus memperhatikan kepada siapa kita akan menyampaikan bahasa kita. Oleh sebab itu, unsur umur, pendidikan, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita tidak boleh kita abaikan. Cara kita berbahasa kepada anak kecil dengan cara kita berbahasa kepada orang dewasa tentu berbeda. Penggunaan bahasa untuk lingkungan yang berpendidikan tinggi dan berpendidikan rendah tentu tidak dapat disamakan.
Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan oleh anggota masyarakat untuk menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Hubungan atau komunikasi itu dapat dilakukan secara perseorangan ataupun secara kelompok. Bahasa dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain, baik untuk kepentingan perseorangan, kelompok, maupun kepentingan bersama.
Bahasa sebagai alat komunikasi juga dapat dipergunakan untuk bertukar pendapat, berdiskusi, dan membahas suatu persoalan yang dihadapi. Bahasa pula yang memungkinkan seseorang mempelajari sesuatu yang yang dinyatakan oleh orang lain. Dengan bahasa, kita juga dapat mewarisi budaya dan tradisi yang diturunkan oleh para leluhur, dan kita pun dapat mengajarkan serta mewariskan budaya dan tradisi itu kepada generasi sesudah kita.
Dalam hal ini peranan bahasa Inggris sangat diperlukan baik dalam menguasai teknologi komunikasi maupun dalam berinteraksi secara langsung. Sebagai sarana komunikasi global, bahasa Inggris harus dikuasai secara aktif baik lisan maupun tulisan. Sayangnya, dewasa ini, sebagian masyarakat masih berparadigma bahwa dengan adanya bahasa inggris maka akan lahirlah generasi-generasi penerus bangsa yang hilang akan jati dirinya terutama dalam aspek bahasa (sebagai salah satu elemen budaya nasional/jati diri bangsa). Mereka berfikir, bahwa generasi-generasi muda itu akan lebih sering menggunakan bahasa inggris (yang notabene memang berasal dari budaya barat) sebagai bahsa kebanggaan mereka, sedangkan bahsa indonesia sendiri yang memang sudah menjadi bahasa nasional kita justru akan terbengkalaikan.
Selain daripada itu, bahasa inggris telah menjadi satu kata kunci yang sanggup menggenggam segala aspek, baik itu bisnis, politik, sosial, maupun budaya. Dahulu, mungkin bahasa inggris masih menjadi hal yang sedikit tabu untuk dipelajari dan dipahami lebih dalam lagi. Namun, saat ini justru sebaliknya, bahasa inggris yang merupakan alat komunikasi dalam era globalisasi menjadi kunci utama keberhasilan seseorang dalam mencapai karier bermasa depan cerah. Mengingat, komuniksai khususnya dalam bahasa (bahasa internasional) menjadi jembatan berbagai kegiatan. Dengan kata lain, kemampuan dalam berbahasa inggris dapat pula dijadikan sebagai investasi. Ya, investasi ilmu. Jenis investasi yang tidak pernah rugi tetapi untung terus. Tentunya ketika kita memakainya kita akan untung dan apabila kita mengamalkannya kepada orang lain maka keuntungan yang kita dapat justru berlipat. Hasil yang didapat dari sebuah investasi, biasanya relatif berjangka panjang sebab yang namanya investasi itu memerlukan proses. Ibarat orang menanam, harus sabar untuk memetik hasilnya. Demikin pula dalam belajar bahasa inggris, sabar tapi pasti. Adapun keuntungan dari investasi tersebut adalah: dalam pasar global (AFTA) nanti kita tidak akan kalah saing dan dapat terus bertahan dengan kemampuan yang telah kita miliki ditunjang dengan kemampuan dalam berbahsa inggris.
Disamping itu, tentunya kita tahu, hampir semua alat teknologi menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, jika kita mau bekerja di perusahaan multinasional atau perusahaan asing otomatis, kemampuan bahasa inggris kitalah yang sangat dipertanyakan dan menjadi persyaratan utama yang paling penting. Berdasarkan alasan-alasan di atas, tidaklah mustahil perkembangan teknologi yang semakin pesat menuntut kita untuk lebih proaktif dalam menanggapi arus informasi global sebagai aset dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Sebagai bahasa pergaulan dunia bahasa Inggris bukan hanya sebagai kebutuhan akademis karena penguasaannya hanya terbatas pada aspek pengetahuan bahasa melainkan sebagai media komunikasi global.Untuk menguasai bahasa Inggris dengan baik mestinya proses belajar mengajar menekankan aspek latihan ( Trial and Error ) sehinga siswa akan terlibat secara aktif dalam menyampaikan pendapat / gagasan secara bebas sesuai dengan kondisi nyata. Hal tersebut sangat dianjurkan sebab pengetahuan bahasa inggris untuk perkembangan seorang individu di negara Indonesia menjadi suatu hal yang tidak terelakan. Suka tidak suka, subyek yang satu ini menjadi hal yang perlu dipelajari oleh setiap orang Indonesia. Biarpun Anda tidak yakin akan mendapat kesempatan untuk ke keluar negeri, pengetahuan ini tetap diperlukan juga. Minimal, Anda tidak perlu terbengong-bengong ketika menonton siaran berita CNN lantaran tidak ada terjemahan di bagian bawah layar televisi atau bingung saat membaca buku manual penggunaan alat elektronik yang hanya tercetak dalam bahasa Inggris, terlebih lagi anda tidak perlu merasa resah dalam detik-detik menjelang AFTA (pasar global) 2015 nanti.

2.2. Peran Bahasa Dalam Kehidupan Masyarakat Desa
Seperti yang telah umum diketahui, di Indonesia paling tidak terdapat tiga jenis bahasa yang sama-sama digunakan oleh masyarakat meskipun situasi pemakaian dan jumlah penuturnya berbeda-beda. Ketiga jenis bahasa itu adalah bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa asing.
Bahasa daerah, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merupakan bahasa ibu atau bahasa yang pertama kali dikuasai sejak seorang mulai mengenal bahasa atau mulai dapat berbicara. Sementara itu, bahasa Indonesia umumnya merupakan bahasa kedua, yang rata-rata diperoleh melalui jalur pendidikan formal. Kenyataan ini menunjukkan bahwa para pemakai bahasa Indonesia lazimnya lahir dan dibesarkan bukan dalam lingkungan  keluarga yang menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari, melainkan dalam lingkungan keluarga yang menggunakan bahasa daerah.
Secara resmi kemeradaan bahasa daerah di Indonesia diakui oleh Negara. Hal itu sejalan dengan penjelasan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945,yang menegaskan bahwa bahasa-bahasa daerah yang terdapat di indonesia terutama yang mesih digunakan sebagai sarana komunikasi dan masih dipelihara oleh masyarakat pemakainya, seperti bahasa jawa, bahasa sunda, dan bahasa Madura, akan dihargai dan dipelihara pula oleh Negara karena bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.
Seperti yang telah disebutkan di atas, selain terdapat pemakaian bahasa daerah dan bahasa nasional, di Indonesia juga terdapat pemakaian bahasa asing. Bahasa asing yang dimaksud antara lain, adalah bahasa inggris, bahasa arab, bahasa perancis, bahasa jerman, dan bahasa jepang.
Bahasa daerah sesungguhnya sebagai tiang penopang kebudayaan,. Sebagai tiang penopang, peran bahasa dan fungsinya jelas sangat amat mendasar. Jika bahasa-bahasa daerah itu rapuh, akan runtuh pula bangunan kebudayaan yang ditopangnya. Maka dari itu banyak dari orang berfikir bagaimana mempertahankan, melestarikan, atau menghidupkan kembali jika sudah terlanjur mati. Adapun sebab dari kematian kreativitas berbahasa, baik secara generative maupun inovatif, diantaranya disebutkan:
1.      Dominasi format kekuasaan dan cultural social politik yang tidak memungkinkan perkembangan.
2.      Fungsi dan peran bahasa daerah yang lama dihilangkan fungsinya.
3.      Potensi-potensi bahasa daerah yang tidak pernah dibangkitkan.

            Bahasa yang dipakai dengan baik, bahasa yang dipelihara dan dikembangkan dengan baik, akan tumbuh menjadi bahasa yang bermartabat dan berwibawa. Dalam menjadikan bahasa demikian itu, sosok kreativitas muncul dalam bentuk yang generative maupun inovatif.
            Beranalogi dengan hal itu adalah upaya penghentian pergeseran bahasa-bahasa daerah yang merosot mundur itu. Atau jika mungkin malahan upaya membalikkan arah pergeseran bahasa-bahasa daerah yang merosot itu. Jadi kata kuncinya adalah keyakinan. Dalam sosiolinguistik, keyakinan itu disebut sikap bahasa, yang akan berpengaruh besar terhadap kemempuan dan perilaku berbahasa (language aptitude ). Jika masyarakat berkeyakinan bahwa bahasa-bahasa daerah yang bergerak mundur memiliki kemanfaatan, terlebih jika diyakini bahwa bahasa-bahasa itu berhakikat sebagai penopang kebudayaan, pastilah mereka akan dipulihkan. Dalam sosiolinguistik, hal demikian ini dikenal dengan istilah pembalikan pergeseran bahasa (language shifting), supaya terjadi pemertahanan bahasa (language defence). Jadi, upaya pembalikan pergeseran dilakukan manakala masyarakat menganggap masih ada kemanfaatan.


2.4. Bahasa Dalam Komunikasi dan Dalam Kehidupan Masyarakat Desa
Masyarakat memiliki struktur dan lapisan (layer) yang bermacam-macam, ragam struktur dan lapisan masyarakat tergantung pada kompleksitas masyarakat itu sendiri. Semakin kompleks suatu masyarakat, maka stuktur masyarakat itu semakin rumit pula. Kompleksitas masyarakat juga ditentukan oleh ragam budaya dan proses-proses yang dihasilkan. Semakin masyarakat itu kaya dengan kebudayaannya, maka semakin rumit proses-proses sosial yang dihasilkan.
Berbagai proses komunikasi dalam masyarakat terkait dengan stuktur dan lapisan (layer) maupun ragam budaya dan proses social yang ada di masyarakat tersebut, serta tergantung pula pada adanya pengaruh dan khalayaknya , baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat luas. Sedangkan substansi bentuk atau wujud komunikasi ditentukan oleh (1) pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi (komunikator dan khalayak); (2) cara yang ditempuh;(3) kepentingan atau tujuan komunikasi; (4) ruang lingkup yang melakukannya; (5) saluran yang digunakan; dan (6) isi pesan yang disampaikan.

A.    Konsep desa berketahanan sosial
Desa berketahanan sosial adalah desa yang masyarakatnya mampu melindungi warganya yang rentan, miskin,dan penyandang kesejahteraan sosial lainnya, mampu meningkatkan partisipasi masyarakatnya dalam organisasi social lokal, mampu mengendalikan konflik social/ tindak kekerasan social dan mampu memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya social. Keempat kemampuan tersebut merupakan dimensi atau indikator yang tertanam di dalam desa yang berketahanan sosial. Untuk dapat mewujudkan desa yang berketahanan sosial tersebut komunikasi dan interaksi adalah salah satu faktor yang krusial. Fokus interaksi sosial dalam masyarakat adalah komunikasi itu sendiri, dan komunikasi menjadi unsur penting dalam seluruh kehidupan manusia.
Dalam buku sosiologi pedesaan menyebutkan kerangka pemikiran (Eduard sapir) Komunikasi sebagai proses meliputi:
a.       Proses komunikasi primer,berlaku tanpa alat, yaitu secara langsung dengan menggunakan bahasa, gerakan yang diberi arti khusus, aba-aba dan sebagainya
b.      Proses komunikasi sekunder, berlaku dengan menggunakan alat agar dapat melipat gandakan jumlah penerima pesan/amanat, yang berarti pula mengatasi hambatan hambatan geografis (berupa radio,televisi dll), serta hambatan waktu (berupa telepon,radio,buku). Dalam hal ini alat-alat itu merupakan media massa. Proses komunikasi primer mendasari pola komunikasi tradisional atau pola komunikasi lama dan proses komunikasi sekunder mendasari pola komunikasi baru atau pola komunikasi modern.

B.     Jaringan komunikasi tradisional
Suatu jaringan komunikasi yang masih dianggap sangat penting oleh masyarakat pedesaan,ciricirinya adalah:
a.       Hubungan social antara para pelakunya berhadapan muka.
b.      Hubungan social yang terjadi sifatnya mendalam dan berlaku kepada orang-orang yang  berbeda “status”. Sebagai contoh adalah hubungan “patron-klien” atau hubungan bapakpengikut c. Pemberi pesan/amanat dinilai oleh si penerima pesan dari segi IDENTITASNYA dan bukan dari ISInya.
c.       Karena jaringan komunikasi tradisional sudah berakhir/sudah lama berjalan, pola tersebut sanggup menyebarkan berita-berita antara warga desanya.
Dalam mewujudkan model desa berketahanan sosial terdapat prinsip pemberdayaan pranata social yang dalam kinerja prosesnya ditandai sebagai kohesi konstruksi proses pemberdayaan terhadap tujuan mewujudkan masyarakat berketahanan social. Dalam Kepmensos RI Nomor 12/HUK/2006 secara implicit terkandung prinsip, bahwa konstruksi proses pemberdayaan pranata social yang koheren adalah segala upaya yang membangun kebersamaan atau silaturahmi seluruh unsur masyarakat untuk mewujudkan masyarakat desa yang berketahanan sosial.

2.5. Manfaat mempelajari bahasa
Salah satu manfaat terbesar belajar bahasa adalah untuk keperluan berkomunikasi. Kehidupan manusia tidak mungkin dilepaskan dari kegiatan berkomunikasi. Apa pun bidang kegiatan yang akan diterjuni seseorang, pastilah dia tidak bisa menghindar untuk tidak berkomunikasi. Apalagi di masa sekarang dan mendatang di mana alat-alat canggih untuk berkomunikasi-komputer, ponsel, dan lain-lain-tentu akan semakin dahsyat dan menakjubkan perkembangannya.
Salah satu kemampuan penting berkomunikasi adalah menampakkan pikiran. Agar pikiran yang ada di dalam benak seseorang menjadi jelas dan dapat dipahami seseorang, pikiran perlu ditampakkan dengan bantuan kata-kata. Memang, gagasan atau ide dapat ditampakkan tidak hanya lewat kata-kata. Gagasan dapat ditunjukkan lewat nyanyian (lagu), gambar atau lukisan, patung, konstruksi bangunan, dan banyak lagi yang lain. Namun, pemahaman terhadap sebuah gagasan baru akan sangat efektif apabila gagasan tersebut dapat ditampakkan lewat kata-kata atau dibahasakan secara tertulis.
Bahasa memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia, alat untuk mengidentifikasi diri. Pada dasarnya, bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya secara lisan, tetapi juga menggunakan bahasa isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya.
2.6. Dampak dari penggunaan bahasa
BAHASA Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Peranan bahasa asing dalam bahasa Indonesia membuktikan adanya kontak atau hubungan antarbahasa sehingga timbul penyerapan bahasa-bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.
Penyerapan di sini dapat diartikan sebagai pengambilan unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia untuk dibakukan dan digunakan secara resmi oleh pemakai bahasa Indonesia. Fungsi penyerapan bahasa asing sendiri adalah untuk memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia menjadi lebih beragam.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak dapat dilepaskan dari pengaruh dunia luar, khususnya dunia barat, baik dari segi gaya hidup, style, sampai pada penggunaan bahasanya. Oleh karena itu, tidak jarang ditemukan sebuah fenomena di mana seseorang cenderung menggunakan kosakata-kosakata bahasa asing daripada bahasa Indonesia.
Penggunaan bahasa asing dalam masyarakat ada dua macam. Pertama adalah bahasa asing yang telah dibakukan oleh Pusat Bahasa, dan kedua adalah bahasa asing yang belum dibakukan.
Apabila sesorang menggunakan bahasa asing yang telah dibakukan seperti pada kata atom, vitamin, unit dsb., tentunya ini bukan merupakan masalah karena bahasa asing itu sudah menjadi padanan dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, apabila pengguna bahasa Indonesia menggunakan bahasa asing yang belum dibakukan, ini menjadi suatu ancaman terhadap bahasa kita tercinta ini.
Dalam kenyataannya pengguna bahasa Indonesia yang menggunakan bahasa asing dalam kegiatan berbahasanya disebabkan dari beberapa faktor, antara lain gengsi, kebiasaan, pergaulan, gaya berbahasa agar terkesan “wah”, dsb. Jelas, alasan ini merupakan dampak yang negatif dan menjadi suatu ancaman bagi bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain ada dampak positif dalam penggunaan bahasa asing yang belum dibakukan ini terhadap kegiatan berbahasa secara umum.
Dampak positif itu berupa kemudahan dalam berkomunikasi antarsesama karena timbulnya suatu keadaan di mana kosakata bahasa asing dirasa lebih mudah dimengerti dan digunakan dalam komunikasi dibandingkan dengan padanan dalam bahasa Indonesianya. Kenyataan yang timbul di lapangan terkait dengan penggunaan istilah asing ini adalah sebagai berikut.
Sering kita jumpai ujaran seperti ini: “Bu, adik ingin membeli snack yang rasa kentang itu.” Dalam ujaran itu terdapat kata asing, yaitu kata snack, kata itu merupakan istilah asing yang seolah-olah sudah menjadi bahasa Indonesia yang cenderung dipakai untuk merujuk kepada “makanan ringan”, padahal secara aturan kebahasaan ada padanan lain dalam bahasa Indonesia yang artinya semakna dengan kata snack tersebut Kata itu adalah kudapan.
Namun, kata kudapan dalam kenyataannya lebih asing apabila dibandingkan dengan kata snack di telinga para pemakai bahasa Indonesia dan penggunaan kata snack dirasa cukup efektif dalam berkomunikasi daripada menggunakan kata kudapan. Masih banyak padanan kosakata bahasa Indonesia lainnya yang statusnya lebih asing di telinga dibandingkan kosakata dari bahasa asing.
Kesimpulannya, penggunaan kosakata asing dalam bahasa Indonesia tidak selalu diidentikkan dengan dampak negatif karena terselip hal positif, yakni dapat mempermudah kegiatan berkomunikasi, khususnya dalam tuturan yang di dalamnya terdapat bahasa asing yang terasa lebih akrab di telinga dibandingkan dengan padanan bahasa Indonesianya.
Namun, diharapkan adanya sosialisasi terhadap padanan bahasa Indonesia secara intensif agar identitas kosakata pada bahasa Indonesia tidak terkikis oleh kosakata dari bahasa asing sehingga diharapkan kelak tidak lagi terdapat wacana bahwa kosakata bahasa asing lebih akrab di telinga para pengguna bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Indonesia.



BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Komunikasi merupakan hal yang mutlak dilakukan dalam kehidupan manusia umumnya dalam menjalin sosialisasi. Berkomunikasi dengan orang lain adalah rutinitas kita sehari- hari. Dalam berkomunikasi tentunya kita menggunakan bahasa dalam penyampaiannya. Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa daerah sesungguhnya sebagai tiang penopang kebudayaan,. Sebagai tiang penopang, peran bahasa dan fungsinya jelas sangat amat mendasar. Jika bahasa-bahasa daerah itu rapuh, akan runtuh pula bangunan kebudayaan yang ditopangnya. Maka dari itu banyak dari orang berfikir bagaimana mempertahankan, melestarikan, atau menghidupkan kembali jika sudah terlanjur mati.





DAFTAR PUSTAKA

Mustakim, membina kemampuan berbahasa, (Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama, 1994).
Rahardi Kunjana, Dimensi-dimensi Kebahasaan (Jakarta, PT.Gelora Aksara Pratama, 2006)
http://edukasi.kompasia,com/2010/12/19/ peran bahasa dalam komunikasi
http://rubrikbahasa.wordpress.com/201/12/2011/dampak-positif-negatif dalam penggunaan kosakata asing. diakses pada tanggal 20/12/2011




Sabtu, 27 Desember 2014

TUGAS KELOMPOK ( PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA )



PERKEMBANGAN
BAHASA INDONESIA

Makalah disusun untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia 2
Dosen : Budi Santoso, SS
Oleh,
Arrafah Marzuqoh      (28212115)
Fachmi Putri R            (22212592)
Nur Anna Rizki T       (25212446)
Verany Dwi Puji A     (27212562)








FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2014



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini berisikan tentang  perkembangan Bahasa Indonesia.
Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat berterima kasih.
Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin.


Bekasi, Desember 2014

                                                                                                                                                Penulis




















BAB I
PENDAHULUAN



Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap.
Era globalisasi dewasa ini mendorong perkembangan bahasa secara pesat, terutama bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional (Lingua Franca), maka orang akan cenderung memilih untuk menguasai Bahasa Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional sehingga tidak buta akan informasi dunia. Tak dipungkiri memang pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Karena seperti yang kita ketahui, bahasa merupakan idenditas suatu bangsa. Untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita di dalamnya. Maka dari itu melalui makalah ini penulis ingin menyampaikan tentang perkembangan bahasa Indonesia.

1.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa prakemerdekaan?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa pascakemerdekaan?
3.      Apa saja peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia?
4.      Bagaimana sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)?
5.      Bagaimana Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi?
6.      Bagaimana kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia?

1.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa prakemerdekaan
2.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia pada masa pascakemerdekaan
3.      Untuk mengetahui Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia
4.      Untuk mengetahui sejarah ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)
5.      Untuk mengetahui perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi
6.      Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN



Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Prakemerdekaan
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
o    Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380.
o    Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.
o    Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.
o    Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.
o    Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.
Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:
1.      Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2.      Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia
3.      Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4.      Bahasa resmi kerajaan.
Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1.      Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2.      Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3.      Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4.      Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.”
Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.
1.      Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan
Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
1.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
2.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
3.      Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.
Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia
1.      Budi Otomo.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda diperingan. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utama untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.
2.      Sarikat Islam.
Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak dibidang sosial dan politik juga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang politik tidak pernah mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.
3.      Balai Pustaka.
Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahun 1908 balai pustaka ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga menerbitkan majalah.
Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Meberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam bahasa melayu.
2.      Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa melayu.
3.      Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.
4.      Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.

4.      Sumpah Pemuda.
Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.
Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal, Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.
Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik, melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.

Sejarah Perkembangan EYD
Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
1.      Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.      Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2.      Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3.      Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4.      Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
5.      Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
1.      Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2.      Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3.      Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.      Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.



Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
1.      huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
2.      bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
3.      kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
4.      awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
3.      Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.
 Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci
‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak
‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum
‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang
‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk
‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat
‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir
awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi

Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
1.      Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
2.      Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.
Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia, yaitu:
1.      Sebagai bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya).
2.      Bahasa nasional.
3.      Bahasa resmi.
4.      Bahasa budaya dan Bahasa ilmu.
5.      Sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga.
6.      Pendidikan.




BAB III
PENUTUP



Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari makalah ini, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa melayu dipilih sebagai bahasa pemersatu (bahasa Indonesia) karena :
o    Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
o    Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
o    Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
o    Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

Saran
Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu, bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami kemerosotan dan dipergunakan dengan baik oleh pihak luar.









DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2013. Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia,http://selidik86.blogspot.com/2013/03/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa_9.htmlV 
Anak Pesisir. 2012. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesiahttp://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html
Kartika Nur Ramadha. 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html